PERUBAHAN PERUBAHAN PADA PERATURAN PEMBANGUNAN DAN PERATURAN PERUMAHAN
PRAYOGA FAHLUL HIDAYAT
DOSEN : DEVITA PERMATASARI
PERUBAHAN PERUBAHAN PADA PERATURAN PEMBANGUNAN
DOSEN : DEVITA PERMATASARI
PERUBAHAN PERUBAHAN PADA PERATURAN PEMBANGUNAN
DAN PERATURAN PERUMAHAN
BERIKUT PERUBAHAN PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN PEMBANGUNAN DAN PERUMAHAN
PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR
07 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10
TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN
HUNIAN BERIMBANG
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian
Berimbang diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan
Pasal 1 angka 24 dan angka 25 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1). Hunian Berimbang adalah perumahan dan kawasan permukiman
yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah
tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah,
atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun
komersial, atau dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun umum.
2). Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya serta aset bagi pemiliknya.
3). Rumah Umum adalah
rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
4). Rumah Komersial
adalah rumah yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.
5). Rumah Sederhana
adalah rumah umum yang dibangun di atas tanah dengan luas lantai dan harga jual
sesuai ketentuan pemerintah.
6). Rumah Menengah
adalah rumah komersial dengan harga jual lebih besar dari 1 (satu) sampai
dengan 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana.
7). Rumah Mewah
adalah rumah komersial dengan harga jual lebih besar dari 6 (enam) kali harga
jual rumah sederhana.
8). Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal,
dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
9). Rumah Susun umum
adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
10). Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan yang harganya melebihi harga jual
rumah susun umum yang ditentukan oleh Pemerintah.
11). Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
12). Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan, dan
kawasan perdesaan.
13). Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan permukiman
yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.
14). Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
15). Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dengan
Hunian Berimbang adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, dan pengendalian.
16). Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
17). Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.
18). Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian.
19). Masyarakat Berpenghasilan Rendah selanjutnya disingkat
MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu
mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
20). Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum.
21). Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
22). Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
23). Menteri adalah Menteri Perumahan Rakyat.
24). Pelaku Pembangunan Perumahanan yang selanjutnya disebut
pelaku pembangunan adalah setiap orang dan/atau Pemerintah yang melakukan
pembangunan perumahan dan permukiman.
25). Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman
2. Ketentuan
Pasal 6 ayat (3) huruf a diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
1) Penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang harus memenuhi
persyaratan lokasi dan komposisi.
2) Penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilaksanakan di
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
3) Perumahan,
permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dengan skala sebagai berikut:
a. perumahan
dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 15 (lima belas) sampai dengan 1.000
(seribu) rumah;
b. permukiman dengan
jumlah rumah sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 3.000 (tiga ribu)
rumah;
c. lingkungan
hunian dengan jumlah rumah sekurangkurangnya 3.000 (tiga ribu) sampai dengan
10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
d. kawasan
permukiman dengan jumlah rumah lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) rumah.
3. Diantara
Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 9A sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 9A
1) Pembangunan
hunian berimbang dilaksanakan bersamaan secara proporsional antara rumah mewah,
rumah menengah, dan rumah sederhana.
2) Dalam hal hanya
membangun rumah mewah, setiap orang wajib membangun sekurang-kurangnya rumah
menengah 2 (dua) kali dan rumah sederhana 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah yang
akan dibangun. www.djpp.kemenkumham.go.id 2013, No.1280 7
3) Dalam hal hanya
membangun rumah menengah, setiap orang wajib membangun rumah sederhana
sekurang-kurangnya 1 ½ (satu setengah) kali jumlah rumah menengah yang akan
dibangun.
4) Dalam hal Pelaku pembangunan perumahan tidak dapat
membangun rumah sederhana, Pelaku pembangunan perumahan dapat membangun Rumah
Susun Umum yang jumlahnya senilai dengan harga kewajiban membangun Rumah
Sederhana.
5) Pelaku pembangunan
rumah susun komersial wajib membangun rumah susun umum sekurang-kurangnya 20%
(dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.
6) Kewajiban
membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dilakukan di
luar hamparan perumahan atau kawasan rumah susun komersial namun tetap dalam
wilayah kabupaten/kota yang sama, kecuali untuk provinsi DKI Jakarta dapat
membangun diluar wilayah kota yang sama namun tetap dalam daerah provinsi DKI
Jakarta.
7) Rumah susun
komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat terdiri dari rumah susun
hunian dan campuran.
4. Ketentuan Pasal
12 ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (7a) dan ayat (7b), sehingga Pasal 12
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
1) Perencanaan
perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan oleh setiap
orang.
2) Perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk lokasi baru dan/atau pada
lokasi pengembangan yang sebagian sudah terbangun.
3) Perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat disusun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu
hamparan.
4) Perencanaan tidak
dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diajukan oleh
setiap orang yang sama.
5) Perencanaan
lokasi baru dan/atau pada lokasi pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang menjamin terlaksananya hunian
berimbang.
6) Dokumen
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya meliputi: a.
rencana tapak; www.djpp.kemenkumham.go.id 2013, No.1280 8 b. desain rumah; c.
spesifikasi teknis rumah; d. rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan e.
rencana kerjasama.
7) Dokumen
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib mendapat pengesahan
pemerintah daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta oleh Pemerintah
Daerah Provinsi DKI Jakarta.
7a) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
menjadi pertimbangan dalam rangka pemberian izin lokasi.
7b) Pemberian izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
memuat kewajiban setiap orang membangun hunian berimbang.
5. Diantara Pasal 12
dan Pasal 13 disisipkan1 (satu) pasal yakni Pasal 12A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12A
1) Dalam hal
pembangunan rumah umum dan rumah susun umum tidak dapat dilakukan karena
ketidaksesuaian dengan rencana tata ruang daerah yang telah berlaku sebelumnya,
maka Pemerintah Daerah dapat mengeluarkan izin terkait perubahan rencana tata
ruang daerah tersebut.
2) Dalam hal
pembangunan rumah umum dan rumah susun umum tidak dapat dilakukan karena
terkendala KLB dan KDB yang telah berlaku sebelumnya maka Pemerintah Daerah
dapat mengeluarkan izin terkait perubahan KLB dan KDB tersebut.
3) Izin terkait
perubahan fungsi dan pemanfaatan tata ruang daerah serta perubahan KLB dan KDB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan untuk mendukung
program strategis nasional sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar 1945
pasal 28 (h) mengenai hak masyarakat untuk memiliki tempat tinggal dan lingkungan
hidup yang baik dan sehat dalam rangka pengadaan perumahan dan kawasan
permukiman bagi penyediaan rumah layak huni masyarakat berpenghasilan rendah
yang merupakan kewajiban Pemerintah.
4) Izin terkait
perubahan fungsi dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis Pemerintah Daerah.
6. Ketentuan
Pasal 13 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
1) Setiap orang yang
membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib mewujudkan hunian berimbang
sesuai dengan perencanaan.
2) Pembangunan
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman dengan hunian
berimbang hanya dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan dan kawasan
permukiman dan/atau badan hukum yang memiliki bidang usaha pembangunan.
3) Badan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa badan hukum yang berdiri
sendiri atau kumpulan badan hukum dalam bentuk kerjasama.
4) Kerjasama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:
a. konsorsium;
b. kerjasama
operasional; atau
c. bentuk
kerjasama lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
5) Pembangunan rumah
sederhana atau rumah susun umum dalam rangka perwujudan hunian berimbang
dilaksanakan secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang tertuang dalam rencana kerja
perwujudan hunian berimbang.
7. Ketentuan
Judul pada Bagian Ketiga diubah dan ditambahkan Paragraf, serta Ketentuan Pasal
14 ayat (1) ditambahkan ayat sebelum ayat (1) yakni ayat (1a), ketentuan
setelah ayat (4) ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (4a) dan ayat (4b),
sehingga Bagian Ketiga dan Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Pengendalian dan Pengawasan
Paragraf 1
Pengendalian
Pasal 14
1a) Menteri dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pengendalian pelaksanaan hunian berimbang.
1) Pengendalian
perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan pada: 2013,
No.1280 10 a. tahap perencanaan; b. tahap pembangunan; dan c. tahap
pengembangan.
2) Pengendalian
pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sesuai
dengan dokumen perencanaan yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (7).
3) Pengendalian pada
tahap pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a.
perizinan;
b. penertiban; dan
c. penataan.
4) Pengendalian pada
tahap pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan
terhadap setiap orang yang mengajukan izin pengembangan atau perluasan
perumahan dan kawasan permukiman.
4a) Unit kerja teknis yang menangani hunian berimbang
dilakukan oleh unit kerja yang menangani bidang perumahan.
4b) Pengawasan dan Pengendalian pelaksanaan kebijakan hunian
berimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara berkala
sebagai upaya penerapan ketentuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang di daerah.
8. Diantara Pasal 14
dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 14A sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 14A
1) Rumah susun yang
dibangun sebagaimana dimaksud dalam pasal 9A ayat (5) dipasarkan melalui
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) setelah memenuhi persyaratan kepastian
atas:
a. status kepemilikan tanah;
b. kepemilikan IMB;
c. ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum
d. keterbangunan paling sedikit 20 % (dua puluh persen); dan
e. hal yang diperjanjikan
2) Hal yang
diperjanjikan sebagaimana pada ayat (1) huruf e meliputi kondisi sarusun yang
dibangun dan dijual kepada konsumen yang dipasarkan, termasuk lokasi rumah
susun, id 2013, No.1280 11 bentuk satuan rumah susun, spesifikasi bangunan,
harga satuan rumah susun, prasarana, sarana dan utilitas umum rumah susun,
fasilitas lain serta waktu serah terima satuan rumah susun.
3) Informasi mengenai
hal-hal yang diperjanjikan pada ayat (2) harus dapat diketahui oleh calon
konsumen satuan rumah susun secara lengkap dan mudah, dan harus dicantumkan
dalam media promosi yang digunakan oleh pembangunan.
9. Ketentuan
Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3) diubah, ayat (4) di hapus, diantara ayat
(1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) dan ketentuan Pasal
15 masuk dalam Paragraf 2 dengan judul Pengawasan, sehingga Paragraf dan Pasal
15 berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 2
Pengawasan
Pasal 15
1). Menteri dan/atau
Pemerintah Daerah melakukan tugas Pengawasan terhadap pelaksanaan hunian
berimbang.
1A). Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui pemantauan, evaluasi, dan koreksi.
2). Pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan Hunian Berimbang dilakukan agar setiap orang
melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, Peraturan
Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang dan Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat ini.
3). Dalam
melaksanakan tugas dan wewenang pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Menteri dapat membentuk Tim Pelaksana Pengawasan yang dapat melibatkan
Konsultan Profesional, Pemerintah Daerah, Pihak Kejaksaaan dan/atau Pihak
Kepolisian.
10. Setelah
Ketentuan Pasal 15 ditambahkan 2 (dua) paragraf dan masing-masing paragraf
disisipkan 1 (satu) pasal yakni Paragraf 2A, Sanksi Administratif, Pasal 15A
dan Paragraf 2B, Ketentuan Pidana, Pasal 15B, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Paragraf 2A
Sanksi Administratif
Pasal 15A
1). Koreksi sebagai
bagian dari pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan hunian berimbang
dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi administratif dan/atau Sanksi Pidana.
2). Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai UU No 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. pencabutan insentif;
c. pembatasan kegiatan pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;
e. pembekuan izin usaha; dan/atau
f. pencabutan izin usaha.
Paragraf 2B
Ketentuan Pidana
Pasal 15B
1). Setiap orang yang tidak menyelenggarakan pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang, dipidana sesuai dengan ketentuan pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
yaitu pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar) dan dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan
kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang
diperjanjikan.
2). Setiap pelaku
pembangunan rumah susun komersial yang tidak melakukan pembangunan rumah susun
umum sekurangkurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun komersil yang
dibangun, dipidana sesuai dengan ketentuan pidana UndangUndang Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun, yaitu dipidana pidana paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak RP. 20.000.000.000- (dua puluh milyar)
3). Dalam hal
terjadinya dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Menteri dapat menyampaikan dugaan pelanggaran pidana berdasarkan hasil
2013, No.1280 13 pengawasan Tim Pelaksana Pengawasan kepada Pihak Kepolisian
dan/atau Pihak Kejaksaan untuk ditindaklanjuti.
ANALISA DARI SEMUA PERUBAHAN PERUBAHAN YANG TERJADI PADA PERATURAN
PERUMAHAN DAN PEMBANGUNAN
Komentar
Posting Komentar