POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL DI PENGARUHI PEREKONOMIAN DESA
POLITIK DAN STRETEGI NASIONAL
PEREKONOMIAN
RAKYAT
“Perekonomian Masyarakat Desa”
DISUSUN OLEH :
PRAYOGA FAHLUL
HIDAYAT
/2TB04/24317733
ARSITEKTUR UNIVERSITAS GUNADARMA
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Assalamuallaikum Wr.Wb
Pembahasan kali ini tentang sector
perekonomian desa,yang dimana desa komoditas utamanya adalah
berternak,berkebun,Dan bertani .maka dari pada itu kami mengangkat tentang
perekonomian masyarakat Desa secara exclusive,karena tanpadesa,perekonomian
akan mengallamami penurunan yang sangat signifikan,sampai dengan Ekspor Impor.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil
masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau
pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini
semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor,
terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian
(ekonomi perkotaan). Ketidakberdayaan masyarakat pedesaan salah satunya akibat
kebijakan yang mismatch di masa lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor
pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya
pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat
pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia
berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Titik
berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan
sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri.
Untuk mencapai ini diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna
menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Kondisi tersebut
dapat dilihat dari arah pembangunan oleh pemerintah yakni membangun sektor
pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat beralasan karena lebih dari 70%
penduduk di pedesaan bergantung pada sumber pendapatan dari pertanian
(www.wbh.or.id). Dan hal yang demikian membuat system perekonomian masyarakat
desa menjadi memudar. Sistem perekonomian masyarakat desa atau system ekonomi
subsitensi. Ekonomi subsitensi mengandung makna hemat bagi para penduduk desa
yang umunya bertani, menjauhkan diri dari sikap konsumtif yang mencolok dan
kurang hemat, seperti kebnayakan penduduk kota.
Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga
di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga,
luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta
warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam
waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi
berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat
kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang
menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan
di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system
subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut adanya sebuah
permasalahan yaitu
1. Apa Pengertian
Desa?
2. Apa Ciri-Ciri Perekonomian Desa?
3. Bagaimana Struktur Perekonomian Desa?
4. Bagaimana Perekonomian Masyarakat Desa?
5. Bagaimana Perubahan Perekonomian Desa?
6. Apa Contoh Perekonomian Masyarakat Desa?
7. Bagaimana Gambaran Ekonomi Subsistensi?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dari penyusanan
makalah tersebut adalah
1. Mengetahui
Pengertian Desa
2. Mengetahui
Ciri-Ciri Perekonomian Desa
3. Mengetahui
Struktur Perekonomian Desa
4. Mengetahui
Perekonomian Masyarakat Desa
5. Mengetahui
Perubahan Perekonomian Desa
6. Mengetahui
Contoh Perekonomian Masyarakat Desa
7. Mengetahui
Gambaran Ekonomi Subsistensi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian desa
Desa dalam pengertian umum
menurut mendia UNAND adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal,
terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat
pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun
bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor
pertanian (fisip.unand.ac.id).
Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan
pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa sebagai
“setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah
ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap
desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok
masyarakat yang relatif kecil.
Landis (eprints.uny.ac.id) terdapat tiga definisi tentang
desa yaitu pertama desa itu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2.500
orang, kedua desa adalah suatu lingkungan yang penduduknya mempunyai hubungan
yang saling akrab serba informal satu sama lain, dan yang ketiga desa adalah
suatu lingkungan yang penduduknya hidup dari pertanian Menurut UU no 22 tahun
1999 (file.upi.edu) tentang pemerintah daerah pasal I yang dimaksud dengan desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten
Serta menurut UU no 6 tahun 2014
pasal 1 tentang desa menjelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
R.Bintarto (1983:11) menjelaskan desa ialah
“suatu hasil perpaduan antara
kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu
ialah sautu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan cultural yang saling
berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan
daerah-daerah lain”
Sementara itu dalam media UNAND
pengertian desa menurut Koentjaraningrat (1977) ialah melalui pemilahan
pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota,
negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga
dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai
“komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162).
Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus
tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa
sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas
ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.
Selanjutnya, menurut Paul H.
Landis (1948:12-13), seorang sarjana sosiologi perdesaan dari Amerika Serikat,
mengemukakan definisi tentang desa dengan cara membuat tiga pemilahan
berdasarkan pada tujuan analisis. Untuk tujuan analisis statistik, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang.
Untuk tujuan analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan sebagai suatu
lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di
antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomi, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada
pertanian (fisip.unand.ac.id, 2013).
Menurut kompasiana desa adalah
suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
tersendiri, atau desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial,
ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Suatu pedesaan
masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka tidak mau berkembang tapi suatu
hal yang baru terkadang bertentangan dengan apa yang leluhur hereka ajarkan
karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup dengan hal-hal yang baru karena
mereka masih memegang teguh adat-adat yang leluhur mereka ajarkan. Disuatu desa
sangat terjangkau fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, apotik atau prasarana
dlm hal pendidikan dan kesehatan maupun teknologi mereka masih mengandalkan
dukun atau paranormal dlm hal kesehatan mungkin hanya puskesmas yang ada di
desa tapi itupun belum tentu ada di setiap daerah. Maupun pendidikan masih
kurangnya sarana pendidikan didesa didlm sutu kecamatan terkadang hanya satu
atau dua sekolahan saja, karena susahnya bantuan masuk dari pemerintah untuk
membangun sekolah-sekolah di daerah desa dan
terkadang jarang guru yang mau mengajar di daerah pedesaan (www.kompasiana.com,
2011).
Dengan demikian penegrtian desa
jelas memberi gambaran suatu kelompok manusia atau masyarakat yang aktivitasnya
berkaitan dengan elemen lingkungan alam atau lingkungan fisik maupun sosial
kemasyarakatan, dan memiliki komunikasi dengan daerah lain, secara lancer dan terbuka
dan kurang lancer atau terisolir dari dan dengan daerah lain.
B. Ciri-Ciri Perekonomian Desa
Menurut kompasiana cirri yang menonjol pada masyarakat
pedesaan yaitu :
1. Kehidupan
didesa masyarakatnya masih memegang teguh keagamaan atau adat dari leluhur
mereka.
2. Warga pedesaan
lebih condong saling tolong-menolong tidak hidup individualisme
3. Warga pedesaan
mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani.
4.
Fasilitas-fasilitas masih sulit ditemukan dipedesaan
5. Warganya masih
sulit untuk menerima hal baru atau mereka tertutup dengan hal-hal yang baru
C. Struktur Perekonomian Desa
Sebagai masyarakat pedesaan, sudah barang tentu dengan
segala kearifannya masyarakat selalu memanfaatkan seoptimal mungkin potensi
almnya, mulai dari bertami, berkebun, berternak dan industri bata.
Ketergentungan mereka terhadap lahan sangat kental nuansa ekonomi maupun
sosialnya. Sacara ekonomis, lahan dapat menjadi sumber kehidupan ekonomi
keluarga selain itu, mereka juga melakukan aktivitas penunjang atau usaha
sambilan yang diposisikan sebagai bentuk memenuhi kepentingan makan. Menurut
tradisi masyarakat berternak sebenranya tidak hanya menjadi bagian untuk meunjang
ekonomi keluarga, tetapi juga bisa menjadi bentuk investasi keluarga, yang bisa
di gunakan untuk biaya mendirikan rumah, pernikahan, atau pendidikan anak.
Dengan cara produksi dan
pendapatan ekonomi keluarga, dapat diketahui bahwa lapangan kerja masyarakat
masih relatif homogen. Dalam hubungan ini, norma-norma dan tradisi yang
mengatur pengolahan lahan diharapkan bida arif dan bijaksana, karena fungsi
lahan juga mengandung nilai-nilai sosial yang perlu dikembngkan jika komunitas
ini butuh perkembangannya.
D. Perekonomian Masyarakat Desa
Ketimpangan pertumbuhan penduduk
kawasan pedesaan dan perkotaan yang terjadi akhir-akhir iniperlu diamati dengan
cermat. Karena apabila tidak di antisipasi secara dini akan dapat menimbulkan
permasalahan yang rumit dan berkepanjangan, khususnya di bidang sosial.
Pembangunan desa yang cukup berhasil khusunya dalam program permasyarakatan
keluarga berencana ataupun karena fasilitas desa yang bertambah sehingga mampu
mengubah status dari desa-desa menjadi kota-desa. Tapi apabila hal tersebut di
akibatkan karena arus urbanisasi semata maka akan menjadi sebuah permasalahan
didesa. Menurut klasifikasi sosial-budaya yang di seluruh Indoensia terdiri
dari kurang lebih 5000 jenis bahasa daerah, sehingga tampaknya dari segi bahasa
sangat heterogen. Namun, bila kita amati lebih dalam ternyata cenderung adanya
homogenitas masyarakat pedesaaan. Kenampakannya lebih cenderung ke arah
memegang teguh tradisi, mantapnya etnosentrisme masyarakat kawasan pedesaan.
Ekonomi Subsistensi. Berbeda dengan pedesaan di
Negara-megara Eropa, Amerika, maupun Australia, penduduk pedesaan Indonesia
lebih menyakini keterbukaan ada para pendatang, lebih bersahabat, dan lebih
murah senyum. Bahkan nilai-nilai komerialisme tidak tampak, yang menonjol nilai
gotong-royong (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 251).
Adapun yang dimaksud dengan
gotong-royong menurut Koentjaraningrat sebagi berikut
“…. dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, gotong-royong
merupakan suatu system pengnerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga,
untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas
produksi bercoccok tanam di sawa” (Bintarto, 1980:9)
Untuk keperluan itu seseorang
meinta dengan adat sopan santun kepada beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya
dalam hal bertani maupun kegiatan lain di luar pertanian, tanpa memungut biaya,
namun petani tersebut harus berkewajiban untuk membantu apabila yang dimintai
tolong saat ini ganti membutuhkannya (salladien, 1989:3 ( melalui Hasan, Zaini
& Salladin, 1996: 251)). Seiring berkembangnya zaman barter tenaga sekarang
berganti menggunakan upah.
Gotong royong juga sering
dikatakan pula sebagai ekonomi subsitensi Indonesia yang mengakar dengan tujuan
barter tenaga yang disertai cita-cita luhur demi kesejahteraan dan kebersamaan
penduduk desa. Ekonomi subsitensi mengandung makna hemat bagi para penduduk
desa yang umunya bertani, menjauhkan diri dari sikap konsumtif yang mencolok
dan kurang hemat, seperti kebnayakan penduduk kota.
Hal ini di tunjang oleh harkat
keterpandangan suatu keluarga di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan
membina ketenangan keluarga, luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan
yang digunakan kerja harta warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata
serta berjangka guna dalam waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan
system ekonomi subssitensi berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar
pola konsumtif masyarakat kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola
keterbukaan informasi yang menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi
subsistensi tetap bertahan di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang
terisolir, pola system subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini &
Salladin, 1996: 252).
E. Perubahan Perekonomian Desa
Keterbukaan desa menjadikan desa
adalah kepanjangan kota, artinya desa yang terisolir seratus persen hampir
tidak ada, hal itu membawa dampak selain sosial-budaya yang berubah juga mata
pencaharian penduduk yang berubah. Dahulu kala pekerjaan masyarakat desa umunya
di bidang usaha sector tradisional, kemudian berubah ke sector formal bagi
mereka yang berpendidikan, saat ini menuju ke sector informal, misalnya
pedagang kecil tukang becak, tukang ojek, penjaja jasa lainnya (salladien,
1985: 64 (melaui Hasan, Zaini & Salladin .1996)). Hal tersebut pula oleh
kemajuan jalur-jalur transpportasi yang mulus. Dampak lebih jauh adanya
keterbukaan desa, mereka berpengharapan pindah ke kota atau urbanisasi akan
dapat meningkatkan penghasilan, pendidikan, pekerjaan, keternagakerjaan dan sebagainya
apabila tanpa upaya kebijakan yang tepa menyebabkan desa hanya ditinggali oelh
mereka yang tua tua, kurang inovatif, kurang terdidik, berpenyakitan, sehingga
dapat merugikan desa itu sendiri.
Pada masa lampau usaha di bidang
pertanian dapat mencukupi kebutuhan tiap keluarga, pada saat ini penghasilan
dari usaha di bidang pertanian kurang mencukupi, karena luas areal pertanian
yang tetap sedangkan jumlah penduduk keluarga petani makin bertambah, sehingga
luas lahan pertanian perkeluarganya menyempit, dampaknya penghasilan rerarta
tiap keluarga petani menurun (salladien 1985:4 (melaui Hasan, Zaini &
Salladin .1996)). Disamping itu Clout 1984:35 (melalui Hasan, Zaini &
Salladin .1996) kebutuhan tiap keluarga meningkat pula, selarasa dengan informasi
yang diteriam lewat media-media, misalnya dahulu cukup memiliki sepeda tapi
sekarang membutuhkan speeda motor karena jarak tempuh yang jauh, dahulu cukup
makan nasi dan garam sekarang makan-makanan yang lain, dan hal itu membutuhkan
dana lebih tinggi. Maka berupayalah mereka lewat berbagai kegiatan ekonomi,
sehingga akhirnya terjadi ketebukaan ekonomi dan muali meninggalkan system
ekonomi subsitensi yang mononton.
F. Contoh Perekonomian Masyarakat Desa
Mata pencaharian pokok penduduk
desa Anjun berdasarkan data dari Kantor Desa Anjun, mayoritas dari sektor
industri, yaitu sekitar 170 orang. Masyarakat dari sektor perdagangan 100 orang
dan sektor pertanian 45 orang, yang terdiri dari petani pemilik sawah 15 orang,
petani peladang tanah kering 10 orang dan buruh tani 20 orang. sedangkan
pegawai negeri orang yang terdiri dari
berbagai instansi seperti Depdikbud 5 orang, guru 8 orang, Perindustrian 3
orang, Depag 1 orang, Puskesmas 1 orang, Peternakan 1 orang, Kehakiman 1 orang,
dan dari PU 1 orang. Yang mengabdi di bidang kesehatan ada 3 orang, yaitu
sebagai dukun bayi. Sebagai anggota ABRI 3 orang yang terdiri dari AURI dan
Polri. Pensiunan baik dari pegawi negeri maupun dari ABRI sekitar 8 orang.
Terakhir yang bergerak di bidang pertukangan 15 orang yang terdiri dari tukang
kayu 6 orang, tukang batu 6 orang, tukang cukur 1 orang, tukang jahit 1 orang,
dan tukang jam 1 orang. Warga Anjun juga ada yang bergerak di bidang angkutan
yaitu 1 orang dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Sektor Industri merupakan pillhan
terbanyak penduduk. Hal ini dapat dimengerti mengingat potensi dan yang cukup
besar untuk mengusahakan keramik. Tidak seperti daerah pedesaan lain, di mana
pertanian merupakan sumber yang diandalkan dalam kehidupan masyarakatnya.
Masyarakat desa Anjun kurang tertarik untuk menekuni bidang pertanian, kecuali
bagi petani pemilik. Tanah pertaniannya sebagaian besar masih dilakukan dengan
cara sederhana, tergantung pada curah hujan. Oleh karena itu persawahannya
disebut “Sawah tadah hujan”.
Kehidupan perekonomian masyarakat Anjun sangat tergantung
kepada iklim, misalnya pada musim banyak hujan dan musim kemarau yang panjang
akan menyebabkan perkembangan ekonomi mereka menurun. Ini dikaitkan dengan
keterbatasan waktu untuk melakukan kegiatan dalam mempersiapkan bahan-bahan
baku seperti tanah liat dan lain-lain. Sedangkan bila cuaca dalam ke daan
biasa, ini memang lebih menguntungkan secara ekonomis (wordpress.com, 2011)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Desa menurut UU no 6 tahun 2014
pasal 1 adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa lampau usaha di bidang
pertanian dapat mencukupi kebutuhan tiap keluarga, pada saat ini penghasilan
dari usaha di bidang pertanian kurang mencukupi, karena luas areal pertanian
yang tetap sedangkan jumlah penduduk keluarga petani makin bertambah, sehingga
luas lahan pertanian perkeluarganya menyempit, dampaknya penghasilan rerarta
tiap keluarga petani menurun (salladien 1985:4 (melaui Hasan, Zaini &
Salladin .1996)). Disamping itu Clout 1984:35 (melalui Hasan, Zaini &
Salladin .1996) kebutuhan tiap keluarga meningkat pula, selarasa dengan
informasi yang diteriam lewat media-media, misalnya dahulu cukup memiliki
sepeda tapi sekarang membutuhkan speeda motor karena jarak tempuh yang jauh,
dahulu cukup makan nasi dan garam sekarang makan-makanan yang lain, dan hal itu
membutuhkan dana lebih tinggi. Maka berupayalah mereka lewat berbagai kegiatan
ekonomi, sehingga akhirnya terjadi ketebukaan ekonomi dan muali meninggalkan
system ekonomi subsitensi yang mononton.
Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga
di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga,
luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta
warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam
waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi
berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat
kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang
menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan
di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system
subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).
Daftar Pustaka
Clout, Hugh . 1984. Rural Geography, An Introductory Survey.
Toronto:Pegamon Press
Bintarto, R. 1980. Gotong-royong, suatu karakteristik bangsa
Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu
Hasan, Zaini & Salladin .1996. Pengantar Ilmu Sosial.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi
Salladien. 1985. Permasalahan keluarga urbanit di kotamasdya
Surabaya dan kota masya malang, dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980.
Yogyakarta: UGM Press
Anonim. 2012. Corak dan Pola Kehidupan Ekonomi Pedesaan
Masyarakat Plered. Dikutip pada laman https://adrianamurwonegoro.wordpress.com/2011/06/13/corak-dan-pola-kehidupan-ekonomi-pedesaan-masyarakat-plered/
pada tanggal 2 November 2015 pukul 12:02
Anonim. 2012. Ppemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan.
Dikutip pada laman http://www.wbh.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=174:pemberdayaan-ekonomi-masyarakat-pedesaan&catid=52:terkini&Itemid=80
pada tanggal 1 November 2015 pukul 19:42 WIB
Anonim. Dikutip pada laman
http://eprints.uny.ac.id/8611/3/BAB%202%20-%2008413244027.pdf pada tanggal 2 November 2015 pukul 12:34 WIB
Indrizal, Edi. Memahami Konsep Perdesaan dan Tipologi Desa
Di Indonesia. Dikutip pada laman
http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndrizal/M3.pdf pada tanggal 2 November
2015 pukul 10:00 WIB
Santosa, Ayi Budi. Dikutip dari laman
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196303111989011-AYI_BUDI_SANTOSA/masyarkat_pedesaan/I.pdf
pada tanggal 2 November 2015 pukul 10: WIB
Saputra, Octha. 2015. Perbedaan Masyarakat Kota dan desa.
Dikutip pada laman http://www.kompasiana.com/ochtatutgujes/perbedaan-masyarakat-kota-dan-desa_5518947c81331103699de86c
pada tanggal 2 November 2015 pukul 12: 45 WIB
SPESIAL THANKS FOR MY BRADER
http://hertiner456.blogspot.com/2016/04/perekonomian-masyarakat-desa.html
Komentar
Posting Komentar